top of page

Story from Ciwalengke

Kampung Ciwalengke terletak di tepian jalan utama di Kabupaten Majalaya, Jawa Barat, diapit antara deretan pabrik dan hamparan sawah. Kampung itu sendiri terdiri dari rumah-rumah sederhana yang dibangun rapat satu sama lain. Jalan utama dikampung itu sempit, berliku-liku dan becek di-sana-sini. Di beberapa tempat terlihat rumah-rumah petak seluas 2x3 meter persegi yang disewakan seharga Rp 70.000/bulan pada warga pendatang yang sebagian besar bekerja sebagai buruh pabrik atau pedagang keliling. Banyak pula warga yang saat ini tidak memiliki pekerjaan tetap dan bekerja serabutan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Ada kesamaan pada warga kampung Ciwalengke, Majalaya. Hampir seluruh warganya mengalami gatal-gatal pada kulit. Kalau digaruk makin parah, sering sampai berdarah-darah Kata Pak Jajang, sambil menunjukkan kulitnya yang mengelupas di kakinya.

Masalahnya pabrik-pabrik itu buang limbahnya ke sini juga, dan air ini yang kami pakai. Jadi ya gak heran kalau jadinya gatalgatal begini Kata Pak Ali (26 tahun). Melihat kondisi air ini, warga mengaku tidak berani menggunakan air tersebut untuk air minum meski sudah dimasak. Sebagian warga memiliki sumur resapan, meski ternyata mereka juga mengetahui bahwa air yang masuk ke dalam sumur tersebut berasal dari rembesan air dari saluran yang sama. Ada warga yang mencoba membuat saringan sederhana, tetapi hasilnya tidak banyak membantu. Untuk air minum, warga memilih memilih membeli air botol isi ulang seharga Rp 3.500 per galon-nya.

Ibu Ita (45 tahun) warga Kampung Ciwalengke, mengaku sangat mengkhawatirkan suaminya, Pak Ojan (50 tahun). Pasalnya beberapa tahun terakhir ini kondisi suaminya terus menurun.Dokter bilang, beliau sakit paru-paru, yang sebelah sudah tidak lagi berfungsi dengan baik cerita Ibu Ita, sambil menunjukkan hasil rontgen paru-paru suaminya. Menurut Ibu Ita, keluarga mereka ditawari pindah dan tinggal di kampung oleh kerabatnya. Tetapi tawaran ini ditampiknya. Ini rumah kami dari dulu, dan mata pencaharian kami pun disini.

Hampir seluruh warga menduga bahwa penyebab gatalgatal adalah air yang berasal dari saluran irigasi sungai Citarum yang dipakai untuk mandi dan mencuci. Menurut warga, aliran air seringkali hitam, kecoklatan dan berbau, terutama kalau sedang ada buangan (begitu warga menyebutnya ) dari pabrik. Namun disisi lain, warga menyadari bahwa menutup pabrik bukanlah solusi, karena akan banyak keluarga dan sanak saudara mereka yang akan kehilangan pekerjaan. Kami hanya ingin air bersih, biar tidak lagi gatal-gatal, namun apa jalan keluarnya?

Text by Diella Dachlan

This photo story has been produced for ADB CitaCitarum, Indonesia.

bottom of page